P A R O D I
Capcai Deh
OLEH SAMUEL MULIA
S |
aya membaca sosok Raditya Dika di Koran ini, Rabu 4 Maret lalu. Yang menarik buat saya, ucapannya yang berbunyi demikian saat ia menawarkan naskah bukunya yang kondang itu kepada penerbit : “Sejujurnya ketika saya jelaskan naskah ini berasal dari blog, pihak penerbit malah bertanya, “Apa itu blog?” Capek deh….”
Saya sendiri suka sekali berkata demikian. Capek deh atau kalau dipelesetkan menjadi C spasi D, artinya capek deh. Kalau benar-benar terpeleset, menjadi, capcai deh.
Saya capek ada orang tak mengerti blog, saya capek ada orang tanya terus bagaimana memasukkan foto ke dalam facebook, saya capek orang bertanya soal formulir 1721-A1, dan apa bedanya dengan B. Tahukah Anda formulir apa itu? Yang jelas bukan untuk pendaftaran masuk perguruan tinggi atau pindah kewarganegaraan.
Kalau tak tahu, saya capek menjelaskannya. Saya capek orang tak bisa mengerti kemajuan teknologi. Saya capek ada yang tanya Youtube itu apa. Lebih capek lagi ada yang bertanya bagaimana menyalakan kamera saat mengobrol di YM. Dan sebelumnya, saat saya mengatakan c2c yuk, teman mengobrol saya bertanya : “Apaan tuh?”
Menggurui
Nah, saya lupa dulu orang lain juga capek ketika saya Tanya blog itu apa. Teman saya pernah saking jengkelnya mengomel begini “Itu kependekan dari goblog. Yaa…kayak lo gitu, loh.”
Saya juga membayangkan betapa capainya teman saya menjelaskan bagaimana mengisi SPT, saya menelepon teman saya yang ahli perpajakan berulang kali dalam waktu hanya sekian menit. Sudah itu saya tak perlu bayar, semntara orang lain harus mengeluarkan dana.
Saya bertanya kepada diri sendiri, apakah saya menyadari saya ini sudah membuat orang kelelahan ? Tidak. Sama sekali tidak! Bayangkan kalau guru yang kemudian berkeluh C spasi D itu. Sekarang saya baru menerti, kepala sekolah saya pernah mengatakan, saya ini seperti ayam tanpa otak. Mungkin ia sudah lelah sekali karena energinya sudah terkuras untuk saya dan mungkin beberapa murid yang kadar intelektulitasnya sebelas dua belas dengan saya.
Itu mungkin juga , mengapa pepatah otak udang itu tercipta. Saya juga tak tahu siapa yang menciptakan. Apakah ia berotak seperti udang? Sekali lagi saya tak tahu. Apakah udang punya otak? Saya akan bertanya kepada ahli udang. Dan ia mungkin akan mengeluh, “Capek deh, hare gene gak tahu kalu udang gak ada otaknya.” Sudah pasti saya akan bertanya. “Oh gitu?” Mungkin dia akan membalaslagi, “Yaaa…iyalaaaah..liat aja yang di depan gue ini.” Saya mungkin akan terkejut dan merespons, “Yang mana, yang mana?”
Menjadi guru
Saya tak bisa Cuma mengomel”masak gitu aja gak ngerti”. Kalau saya diberi kesempatan mengetahui hal-hal baru terlebih dulu, itu untuk dibagikan kepada mereka yang belum tahu, bukan berhenti pada saya dan mengeluh saat ada yang bertanya, “Apaan, tuh?”
Dan saya tak bisa menjawab dengan suara lantang yang menjatuhkan, “Masak sih gitu auja kamyu gak tahu.”
Dunia ini berisi yang pandai dan yang dianggap kurang pandai, yang sehat dan yang retardasi mental, supaya yang retardasi memberi pelajaran kepada orang yang sehat dan yang pandai, untuk belajar mensyukuri dan belajar apa artinya menerima itu.
Maka dari itulah, bekerja itu ibadah. Ibadah itu bukan laporan mingguan, tetapi kegiatan harian. Ibadah itu tak bisa mengeluh capek, deh. Makanya, sekarang mulut saya tak bisa bilang, “Kamyu gobluog (pake g karena sangking bodohnya) bangget (pake dua g juga karena saking goblognya).”Nyambung lagi, “Doasar uotak udiang.”
Diluar semua itu saya juga tak boleh lupa, ada banyak orang tak mau maju, sama seperti tak semua orang mau berbuat baik. Nurani saya mengatakan, kasihan sekali. Hari gini enggak mau maju, nanti jadi katak di bawah tempurung? Tetapi, saya harus menghargai orang, juga saat mereka memilih berada di bawah tempurung.
Karena maju buat saya belum tentu bermanfaat buat mereka. Hak untuk tidak mau maju, juga hak orang. Bisa jadi saya belajar juga, supaya saya mengerem kemajuan. Nanti kalu terlalu maju, saya yang malah frustasi. Seperti butik multibrand luar negeri yang hadir belasan tahun lalu di
Butik akbar yang ditata dengan
Faktor kesenangan atau ketertarikan pada sesuatu juga tampak sangat berppengaruh untuk memiliki kemajuan. Saya tak suka gadget, saya tak bisa mengoperasi telepon genggam semaksimal fasilitas yang diberikan karena I’m not intereted in that. Maka, kalau saya bertanya kepada seseorang yang tak tertarik dengan mode, mungkin mereka tak peduli. Bisa jadi saya lelah kalau yang tak peduli itu mulai peduli.
Jadi, mata saya harus terbuka bahwa memberi tahu-bukan gossip-adalah pekerjaan rumah saya. Saya harus membagikan sesuatu agar yang mendengar bisa bergerak ke tingkat lebih tinggi, dan tak mudah lelah. Maka, profesi guru ada di muka bumi ini untuk memberi tahu kepada saya sesuatu yang tak saya ketahui. Setelah itu saya diharapkan menyebarkan pengetahuan itu bak orang MLM.
Saya hanya membayangkan kalau para guru mengatakan, “Capek, deh.” Dan itu, belum termasuk melayani mereka yang IQ-nya sama dengan saya. Seperti ayam tak punya otak.
SAMUEL MULIA
Penulis mode dan
K I L A S P A R O D I
Kalau…
- Anda bertugas sebagai eksekutor, artinya yang menjalankan keputusan atau peraturan, maka taatilah hal itu. Jalani sesuai prosedur yang telah ditentukan dan jangan membuat aturan main sendiri atau memanipulasinya sehingga yang Anda beritahu itu mencelakan orang lain dan Anda tertawa serta beruntung di tengah orang celaka.
Anda harus membuat orang naik kelas, bukan diam dan malah turun kelas. Ingat, pekerjaan itu ibadah dan memberi tahu yang itu pekerjaan rumah. Mau Anda petugas bea cukai, pajak, teller, direktur bank, perawat, polisi, anak pertama, anak tiri, sampai pembantu. Pembantu di rumah say abaca Koran juga, Kompas, Jawa Pos, dan
- Anda membaca, melihat, ataupun browsing, lakukanlah sepenuh hati, cermat, dan tahu benar apa yang Anda baca sehingga pengetahuan Anda tidak separuh-separuh juga. Belum lagi yang dikasih tahu pendengarannya tak sempurna atau lagi enggak konsentrasi.
Kalau Anda teller bank, dimana pun Anda ditempatkan, Anda menjalani
peraturan dengan cermat. Jangan sampai ada nasabah mengatakan transfer di Thamrin lebih cepat, di sini bertele-tele. Anda tak mengatakan, “Mas, ke Thamrin saja. Di sini dari dulu juga kayak begini.”
Kalaupun kalimat itu meluncur tanpa rem di dalam hati Anda, itu tidak bisa dibenarkan. Aturan di Thamrin dan di mana pun tetap sama. Ini juga berlaku buat siapa saja. Mau petugas bea cukai, anggota DPR, pajak, dan sebagainya.
- Anda tahu, Anda hanya punya satu tujuan hidup di dunia ini, yaitu untuk melayani dalam kebenaran? Hidup itu jauh lebih nyaman. Memberi itu katanya jauh lebih nikmat daripada menerima. Dan kalau Anda memberi, Anda akan diberi. Katanya. Jadi, tak perlu minta. Ini berlaku untuk semua orang. Yaaa….anak kandung, petugas bea cukai, pajak, anggota DPR, anak pertama, anak tiri, pembantu, polisi, direksi dan sebagainya.
(SAMUEL MULIA)